Headline News

header-int

Ilyas Yakub, Sang Fajar dari barat Sumatera

Kamis, 20 September 2018, 08:55:29 WIB - 1813 | Kontributor :

Di antara dua bukit karang

di kampung itu tidak banyak dipengaruhi musim, karena udara dingin dengan kelembaban tinggi telah mempermudah terbentuknya butir butir air. Udara dingin bukit barisan, dan angin lembab yang berasal dari lautan samudera hindia, telah mempermudah terbentuknya awan colunimbus bergumpal gumpal, yang menjadi cikal bakal turunnya hujan. Hujan hampir setiap hari dari bulan Januari hingga bulan Desember. Tapi hujan yang menimbulkan banjir Sungai Batang Bayang biasanya memang antara bulan September hingga Desember.

Batang bayang yang meliuk-liuk menyusuri kaki bukit barisan hingga ke muara di Samudera Hindia, menambah indah dan sejuknya kampung itu. Tiap sore banyak anak anak menyaksikan kalong kalong pulang ke sarangnya di sebuah pohon beringin tua di pinggir batang bayang. Surau tua dekat sebuah lereng antara sungai batang bayang dan bukit gunung jantan, tempat anak-anak belajar mengaji selalu sibuk menjelang magrib di kampung itu.

Kampung itu bernama Asamkumbang. Menurut para tetua, kata itu adalah perpaduan dari pohon asam yang banyak dihinggapi kumbang, atau daerah perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon asam, dan dihinggapi kumbang.

Ditinjau dari geomorfologinya, Asamkumbang merupakan kampung yang kokoh. Di barat ada Gunung Jantan yang menjaga, di timur ada Gunung betina yang melihat, di tengahnya ada sungai batang bayang yang menjadi sumber air bersih. Di utara ada jejeran bukit barisan yang kokoh berdiri.

Pada pertengahan abad ke 17, Asamkumbang telah menjelma menjadi pusat pembelajaran agama bagi masyarakat kampung Kotobaru, kubang, kapujan, kotoberapak, hingga ke Muarolabuh. Bahkan tidak sedikit murid-muridnya yang berasal dari Kambang, Surantih dan Painan.

Waktu itu, Bayang, khususnya Asamkumbang merupakan sentra pendidikan islam dengan banyak guru-guru yang menguasai ilmu agama. Bayang, dalam nagari nan tujuh, termasuk basis pengembangan Islam di Pantai Barat Sumatera, yang antara lain berpusat di Surau Tuo Pulut-pulut, yang didirikan (awal 1666) oleh Syeikh Buyung Muda Puluik-Puluik, salah seorang dari 6 ulama penyebar Islam di pantai Barat Indonesia, se-angkatan Syeikh Burhanuddin Ulakan Pariaman. Ketika berkobarnya Perang Pauh (sekitar April 1666) surau ini juga menjadi basis perjungan melawan Belanda.

Wilayah Bayang, yang meliputi Pasar baru hingga Pancung tebal, sejak lama telah menjadi salah satu basis konsentrasi perjuangan rakyat Sumatera Barat melawan Belanda. Kondisi geografinya yang dekat pantai, dan berbukit memudahkan perjuangan melawan Belanda. Beberapa catatan memberikan informasi, antara lain perang Bayang yang sangat fenomenal karena lamanya rentang waktu perang, yang berlangsung lebih satu abad (mulai 7 Juni 1663, berakhir dengan Perjanjian Bayang 1771). Perang yang tidak hanya mengobarkan semangat nasionalisme, tapi juga mengelorakan semangat melawan kekafiran.

Sejak itu Bayang melahirkan banyak Ulama besar dan pejuang kemerdekaan di pentas sejarah nasional, di antaranya Syeikh Muhammad Fatawi Syeikh Muhammad Jamil (tamatan Makkah 1876), Syeikh Bayang ( Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi : 1864-1923). Beliau adalah penulis buku Taraghub Lil rahmatillah yang oleh BJO Schrieke di sebut sebagai kepustakaan pejuang abad ke- 20 yang penuh moral, juga Syeikh Abdurrahman (Kakek Ilyas Ya’cub), dan Syeikh Abdul Wahab ( Inyiak Kacuang ) dan lain lain.

Setelah perang Bayang, yang berakhir dengan Perjanjian Bayang tahun 1771, perseteruan dan pertentangan kuat antara kaum adat dan kelompok agama di berbagai tempat di Minangkabau tidak kunjung usai. Perseteruan itu telah menimbulkan kerugian di beberapa tempat. Bagaikan dua bukit karang (gunung jantan dan gunung betina) yang kokoh, masing masing pihak yang tak sepaham, tak mau mengalah satu sama lain. Saling memandang sinis. Saling curiga, hingga dimanfaatkan oleh Belanda untuk mengeksploitasi bumi Minangkabau. Dengan mudahnya Belanda melakukan politik adu domba satu sama lain, dan memaksa petani melakukan tanam kopi secara paksa. Namun akhirnya ada kesadaran bersama antara kaum adat dan kaum agama hingga melahirkan “perjanjian Bukit Marapalam” pada tahun 1837 di puncak pato, ranah Tanah Datar.

ulama Bayang yang hidup di masa itu adalah mereka yang ikut memahami isi perjanjanjian Bukit Marapalam yang terkenal itu. Perjanjian bukit marapalam yang pada akhirnya merupakan wujud nyata perdamaian abadi antara kaum agama yang terkenal dengan harimau nan salapan dan kaum adat. Perdamaian tersebut elah menginspirasi lahirnya falsafah minangkabau yang sangat terkenal “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, adek nan kawi, syarakan nan lazim, adek mamakai, syarak mangato”.

Dalam suasana kampung yang sejuk dan masa–masa perkembangan ilmu agama dan adat yang makin berbalut kuat satu sama lain di tengah masyarakat: adek jo syarak di Minangkabau, sanda manyanda kaduonyo, nan bak-cando aur dengan tabing saling memperkuat satu sama lain - Ilyas Yakub lahir dari orang tuanya Siti Hajar dan Bapak-ndanya Haji Yakub pada tanggal 14 juni 1903 di kampung Asamkumbang.

kecilnya yang berada di tengah udara yang sejuk, gemercik dan gemuruh aliran batang bayang yang bersih, masyarakat yang memiliki nilai nilai agama yang baik, hingga mendorong Ilyas Yakub kecil menjadi anak yang memiliki cita-cita dan perhatian yang seksama terhadap lingkungan sekitarnya. Anak muda yang suka bertanya, yang suka membaca, mencintai alam sekitarnya, alim, belajar agama dengan baik, dan punya cita cita terhadap negerinya. Di kala sore datang, dia bersama teman-teman sebaya, sering naik pedati ke arah koto baru dan kotoberapak, atau melihat gerombolan kalong bergelantungan di pohon beringin besar di ujung kampung arah ke kampung Kotobaru.

Dia selalu minta izin kepada emaknya, jika hendak meninggalkan rumah bersama teman-temannya, baik ke pasar asam kumbang untuk sekedar membeli sate atau pical, maupun di saat akan pergi melihat kalong (dalam bahasa setempat, di sebut kalaluang) bergelantungan di pohon pinggir sungai di kala sore hari. Bersambung........

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube