Headline News

header-int

15-3-2018 : Kembali ke Inderapura

Kamis, 15 Maret 2018, 07:46:51 WIB - 533 | Kontributor :

Siang menjelang sore, setelah makan siang bersama dengan Panglima, Menteri Seberang Laut memohon pamit untuk kembali ke Inderapura. Kapal telah disiapkan. Seluruh anak buah kapal sudah di atas kapal. Begitu juga dengan utusan Panglima Habibulah, Tengku Asmal, dan beberapa prajurit kesultanan Aceh dengan sebuah kapal perang akan ikut berlayar ke Muara sakai   bersama rombongan kapal-kapal menteri Seberang Laut. Surat rahasia akan langsung dibawa oleh Tengku Asmal untuk dihadapkan kepada Sultan Indrapura.

“Bib, siang ini saya kembali ke Inderapura. Saya harap suatu saat kita dapat berjumpa lagi dalam kesempatan baik di masa depan. Saya mintakan kalau sudah selesai urusan mu di Pariaman, kunjungi dulu Inderapura sebelum kembali berlayar ke Ulele”.

“Yaa Insyaallah Din. Mudah mudahan urusan saya cepat beres di Pariaman ini, dan saya akan datang  ke sana”, jawab Habibulah. Sejenak mereka berangkulan. Habibulah mengantar sahabat lamanya itu turun ke pelabuhan. Mereka berjalan beriring. Selanjutnya Menteri Seberang laut naik ke kapal sambil melambaikan tangan ke arah Panglima Habibulah.

Kapal kapal berangsur bergerak meninggalkan pelabuhan Pariaman. Kapal perang kesultanan Aceh yang menjadi rombongan ikut  bergerak di belakang mengikuti kapal kapal kerajaan Inderapura. Tak lama kemudian kapal kapal itu sudah berada di laut lepas menuju ke selatan, menyusuri pesisir barat menuju Inderapura.

Perjalanan yang cukup jauh ini, tidak direncanakan untuk berhenti di Muara Padang dan Batangkapas. Menteri ingin secepatnya sampai di Muarasakai untuk mengabarkan hasil pertemuan dengan Panglima Habibulah, dan mengetahui isi surat rahasia itu. Jika surat itu merupakan berita penaklukan, berarti misi diplomasi menteri akan dianggap tidak berhasil oleh kerajaan. Ini akan menjadi pukulan telak buat Menteri Seberang laut. Apalagi kalau diharuskan memberi upeti tahunan yang cukup besar, maka berarti akan menguras kekayaan kerajaan tiap tahunnya. Dan jika tidak dilayani dengan baik, sama saja kerajaan Inderapura memukul genderang perang dengan Kesultanan Aceh, yang saat ini dianggap sebagai kerajaan besar.

Setelah mereka berlayar selama dua hari tiga malam, dini hari menjelang pagi pekan pertama Januari Tahun 1571, kapal menepi memasuki Muara Gedang, terus berlayar menuju Muarasakai. Kapal kapal itu beriringan, dibantu tiupan angin darat yang dingin menghembus layar mendorong gerakan kapal dengan lambat melawan arus muara. Kelap kelip lampu di rumah rumah di pinggir muara masih hidup. Ayam sudah mulai berkokok saling bersahutan, menandakan sebentar lagi subuh akan masuk.

Ketika fajar menerangi bumi dan telah menyibak gelapnya malam, kapal mulai merapat di pelabuhan Muarasakai. Beberapa pedagang sudah mengayuh perahunya ke arah hulu membawa dagangannya untuk dijual di pasar pagi dekat batang tapan.    Kapal dilabuhkan secara berurut, dan ternyata kapal yang ditugaskan ke Ketaun juga telah merapat lebih dulu, sehari sebelumnya. Kapal tamu yang dari Kesultanan Aceh ditempatkan di dermaga paling ujung arah ke hulu.  Menteri, Tan Baro dan prajurit telah turun satu demi satu. Kemudian rombongan dari Kesultanan Aceh juga dipersilakan turun. Selanjutnya menjelang segala sesuatu siap, termasuk kesiapan istana untuk menerima tamu, mereka diistirahatkan terlebih dulu di ruang mantri pelabuhan, Tan Baro. Menjelang utusan datang dari istana, mereka sarapan pagi dan menikmati suasana pelabuhan yang elok ini.   

Tak lama kemudian, dengan berkuda, beberapa orang utusan datang dari istana, yang menginformasikan bahwa Sultan telah menyediakan waktu untuk menunggu Menteri dan rombongan menerima laporan dan utusan kesultanan Aceh. Menjelang matahari naik, mereka segera berangkat. Beberapa kreta kuda yang disediakan oleh kerajaan beriringan menuju istana.

Se-sampai di istana, menteri Seberang laut turun terlebih dulu, disusul tamu yang mewakili Panglima Habibulah, dan Tan Baro. Mereka langsung dipersilakan naik oleh pengawal kerajaan menuju ruang persidangan. Di ruang sidang istana telah hadir Menteri Rangkayo Rajo Prang dan Menteri Dalam Negeri.   Sesaat kemudian menyusul para menteri lainnya, yang sengaja diundang oleh Sultan guna mendengar berita dari Menteri Seberang Laut, serta akan membahas isi surat yang sangat penting itu.

Setelah semua yang diundang hadir, Sultan masuk dengan diiringi oleh beberapa penasehat senior kerajaan sambil mengucap salam, “Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh”. Yang segera dijawab serentak oleh seluruh yang hadir.

Menteri Rangkayo Rajo Prang langsung membuka sidang dengan menjura sembah “Hamba Sultan, perkenankan hamba memulai sidang terhormat ini. Semua yang diundang, telah memilih hadir, Sultan. Menteri Seberang Laut dan Tan Baro bersama prajurit tanpa senjata yang ditugaskan ke Pariaman menemui Panglima Habibulah, telah kembali dengan selamat. Demikian juga siang kemaren juga telah kembali prajurit yang ditugaskan ke Ketaun, dan berhasil menumpas Simata satu dan kelompoknya”,

“Yaa. Alhamdullillah telah kembali ke Inderapura. Bagaimana kabar Panglima Habibulah, Menteri seberang Laut?”, pertanyaan Sultan tertuju ke Menteri Seberang Laut.

“ Hamba Sultan. Panglima menyampaikan salam dan terimakasih kehadapan Sultan, atas bantuan dan suguhan yang diberikan. Salam Sultan telah hamba sampaikan kepada beliau. Panglima sudah menyampaikan semua hal terbaik buat Inderapura. Beliau juga memberitakan bahwa tidak ada maksud beliau untuk berekspansi ke Inderapura. Hanya sampai di Pariaman.  Kalau ada waktu beliau akan melakukan kunjungan muhibah ke Inderapura,  jika keadaan sudah aman di Pariaman”, demikian Sultan. Bersambung......

 

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube