Headline News

header-int

20-2-2018 : Berita yang merisaukan

Kamis, 22 Februari 2018, 10:21:58 WIB - 507 | Kontributor :

“Owe lihat di Tiku telah terjadi peperangan hebat antara tentara Kesultanan Aceh dengan orang-orang Tiku dan Pariaman”. Bisik Pau Hseng  ke telinga Tan Baro.

“Oh. Perang?” kata Tan Baro dengan suara agak meninggi.

Sejenak Mantri pelabuhan itu terdiam. Pandangannya menerawang jauh. Dalam beberapa pekan ini, dia  telah merasakan  berkurangnya kapal kapal dagang dari Barus, Sibolga dan Tiku. Hanya kapal asing yang dapat mencapai Inderapura, karena kapal asing berlayar jauh ke tengah, dan biasanya mereka dibiarkan berlalu dengan membayar upeti kepada yang menguasai suatu wilayah. Itulah sebabnya, para pedagang China dan Persia kurang berkenan suatu kerajaan menaklukan kerajaan lain yang sedang berkembang ekonominya. Jika terjadi penaklukan, ekonomi kerajaan yang ditaklukkan akan hancur, pajak jadi tinggi, dan perdagangan akan menurun. Itulah alasannya, kenapa Pau Hseng mau membawa surat rahasia telek sandi kepada Sultan. Bahkan biasanya para pedagang senjata, akan membantu kerajaan yang perekonomiannya baik, tapi mendapat ancaman.

“Yaa. Owe lihat bakar bakaran. Perang masih berlangsung. Dari tengah laut terlihat banyak rumah dibakar tentara kesultanan Aceh. Orang orang lari menjauhi pelabuhan”, lanjut Pau Hseng. Mata Tan Baro beralih  memandang ke air muara yang mengalir lambat, seperti orang yang sedang berfikir keras.

“Surat itu diantar telek sandi ke tengah laut dengan kapal ikan pada malam hari ketika owe melewati  Tiku. Cepat antar surat itu. Owe pikir penting sekali”, tambah Pau Hseng, sambil akan melangkah pergi meninggalkan Tan Baro.

“Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya” balas Tan Baro sambil mengulurkan tangan bersalaman. Tanpa basa basi lagi, Tan Baro juga melangkah ke sebuah bangunan, di sudut timur pelabuhan yang merupakan kantor Mantri Pelabuhan.   

Matanya ke bawah menghujam tanah, seperti menghitung setiap langkahnya menuju kantor yang setiap hari di tempatinya. Dahinya berkerut. Ada wajah kecemasan dari mimik mukanya. Tan Baro jadi ingat pembicaraan beberapa bulan lalu ketika terjadi banjir besar di pelabuhan Muarasakai dengan seorang pelaut Malaka, bahwa Kesultanan Aceh sedang berupaya untuk memperluas pengaruhnya setelah menaklukkan Barus, Sibolga, dan Meulaboh. Kesultanan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin berusaha memperbesar angkatan lautnya dengan menambah kapal perang dan membeli senjata dari Kerajaan Ottoman Turki.  “ Lambat laun akan sampai ke Muarasakai jika tidak ada upaya membatasi ruang gerak kapal-kapal kerajaan Kesultanan Aceh itu, karena Kesultanan Aceh ingin menguasai pesisir barat”, kata pelaut Malaka ketika itu.

Informasi pelaut malaka itu terus mengiang di telinganya. Merisaukannya jika itu terjadi. Surat ini harus cepat sampai ke tangan sultan. Kalau bisa segera dibahas Sultan dengan para petinggi kerajaan, pikirnya.   

Sesampai di kantor, dia langsung menuju tambatan kuda kesayangannya. Dia tidak memperdulikan para bawahannya yang telah mulai bekerja melayani para pedagang dan pemiliki kapal. Melangkah cepat. Melepas tali kudanya dari tambatan, dan naik ke punggungnya. Tanpa membuang waktu, Tan Baro Hitam memacu kudanya menuju istana menemui Menteri Kemanan Negara, Rangkayo Datuk Baringin Sati.

Dalam tata pemerintahan kerajaan, mantri pelabuhan adalah juga bagian dari sistem keamanan negara, sehingga dia sudah dikenal di kalangan tentara pengawal istana. Sehari hari tanpa kesulitan Tan Baro dapat menemui Menteri Keamanan untuk berdiskusi dan membicarakan berita berita yang diperoleh Tan baro di pelabuhan.

Sesampai di istana, sejenak menunggu di ruang tunggu dan tak lama kemudian Tan Baro sudah dapat menghadap dan memberikan surat dari telik sandi itu kepada Menteri Keamanan Negara dan menyampaikan semua informasi yang diterimanya dari Pau Hseng. Sesuai dengan protokol kerajaan, surat dari telek sandi nanti akan dibuka dihadapan Sultan oleh Menteri keamanan.

Mereka berbincang bincang dan berdiskusi tentang informasi yang disampaikan Pau Haseng. Mengupasnya, sebelum disampikan kehadapan Sultan.

“Hamba pikir, kerajaan harus segera mempersiapakan dan memperkuat angkatan laut, jika kelak armada Aceh datang juga ke Muarasakai, Rangkayo”, pinta Tan Baro kepada menteri keamanan negara, yang dipanggilnya Rangkayo.

“Ya Tan Baro. Beberapa bulan yang lalu, kerajaan telah menambah beberapa kapal perang. Dan minggu depan, saya perkirakan sudah datang beberapa meriam dari Malaka, yang saya minta dikirim lewat selat sunda agar tidak diketahui Kesultanan Aceh. Mudah mudahan tidak dihadang oleh kelompok si Mata satu di Ketaun”. Si mata satu adalah perompak yang sering mengganggu alur perdagangan di sekitar Bengkulu dan Mukomuko. Simata satu memang bermata satu, karena satu matanya pernah ditusuk  perompak saingannya.

“Hamba Rangkayo. Kalau boleh hamba sarankan kita jemput dengan beberapa kapal pengawal ke dekat Kataun atau  Muko muko”

“Ya betul. Akan ku-usulkan nanti, agar Sultan mau mempertimbangkannya. Jika Sultan setuju akan diberangkatkan segera. Bisa jadi hari ini atau besok pagi”.  

Setelah berbicara banyak hal tentang keamanan negara,  Tan baro mohon pamit, “Izin Hamba ke pelabuhan, Rangkayo. Karena masih banyak pekerjaan yang harus hamba selesaikan. Nanti kalau ada informasi baru, segera hamba sampaikan kepada Rangkayo. Assalamualaikum rangkayo”

“Waalaikum Salam”, sambut Menteri Keamanan.

Matahari telah meninggi di ufuk timur. Hari cerah. Langit pun bersih, tak ada awan yang menghalangi sang surya ke hamparan luas alam kerajaan. Pekan ke dua bulan Desember tahun 1570,  yang biasanya hujan turun berhari hari   mulai memasuki awal musim panas. Hawa panas telah mengucurkan keringat buruh buruh pelabuhan yang hilir mudik mengangkut barang barang ke atas perahu dan kapal kapal dagang. 

Sudah beberapa bulan musim hujan tak ada henti. Dari Awal Juli hingga pertengahan Desember hujan hampir tak pernah henti, sehingga  pelabuhan  dapat dilayari kapal kapal dagang berukuran besar karena airnya dalam. Musim hujan juga sebagai berkah bagi alam semesta. Hujan menyediakan air bagi tumbuhan dan makluk hidup lainnya. Kodok kodok berbunyi riang dengan suaranya yang khas, saling bercumbu dan menghasilkan telur. Hujan  telah melarutkan batuan dan berbagai materil  sehingga dapat terurai menjadi zat monmorilonit yang dapat menyeimbangkan ke asaman tanah, sehingga menyuburkan tanaman.  Tanaman yang subur akan menjadi santapan lezat bagi hewan pemamah biak, dan selanjutnya akan menjadi santapan hewan pemakan daging. Rantai makanan menjadi lestari dengan musim hujan dan musim panas yang teratur.

Siang menjelang matahari tegak, dengan pembantu dekat Menteri Keamanan menghubungi protokol istana, untuk dapat  bertemu Sultan. Sesaat kemudian Menteri telah dipersilahkan menghadap Sultan... bersambung

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube