Pesisir Selatan, 17/12/2018 - Sekitar 40 persen dari 59.928,94 hektare hutan negara dibawah pengawasan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Pesisir Selatan, Sumatera Barat beralih sebagai areal berladang.
"Hal tersebut terjadi karena beberapa hal mulai dari dekatnya hutan negara dengan pemukiman hingga terbatasnya areal yang bisa dikelola masyarakat," kata Kepala KPHP Pesisir Selatan, Mardianto di Painan, Senin.
Kendati demikian pihaknya mengungkap data tersebut masih kasar dan saat ini pihaknya terus memutakhirkan dan berupaya menyiapkan resolusi konflik atas tindakan itu.
Salah satu resolusi konflik ialah perhutanan sosial, dalam pelaksanaannya pengelolaan hutan dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
Perhutanan sosial memberikan dampak positif sekaligus, diantaranya meningkatnya pendapatan masyarakat melalui pengelolaan hutan serta masyarakat juga ikut menjaga hutan.
Kendati demikian, diluar perhutanan sosial, pihaknya menegaskan bahwa KPHP tidak mentelorir pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan masyarakat apapun alasannya.
Karena menurutnya, pengelolaan kawasan hutan, apalagi sebagai areal berladang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.
Bahkan hal itu, sebutnya, berdampak lebih parah dari pada penebangan liar.
"Jika penebangan liar biasanya penebang akan memilih dan memilah kayu-kayu berkualitas, sementara mereka yang berladang akan membabat areal secara menyeluruh, sehingga dampak berladang lebih parah jika dibanding dengan penebangan liar," sebutnya.
Meski keduanya memiliki dampak yang berbeda namun sama-sama menyumbang terhadap kerusakan lingkungan.
"Kegiatan ini juga hanya sama-sama menguntungkan sebagian orang namun berdampak buruk terhadap banyak orang karena menjadi penyebab terjadinya banjir, kekeringan dan lainnya," katanya lagi.