Headline News

header-int

7. Inflasi di Bulan Ramadhan

Senin, 21 Mei 2018, 11:22:18 WIB - 574 | Kontributor :

Dalam keseharian, kita sering mendengar kata-kata inflasi. Istilah yang acap kali dihubungkan dengan kesulitan ekonomi, perdagangan, lalu lintas uang, nilai tukar uang dengan barang, dan jeritan para ibu-ibu di pasar-pasar. Sesungguhnya, apakah yang disebut dengan iflasi itu ?

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor  antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi. Secara sederhana dapat diartikan, harga-harga naik dan nilai uang merosot.

Namun inflasi tidak selalu buruk. Jika inflasi terkendali akan mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Biasanya suatu negara akan membuat target inflasi dalam suatu tahun, agar tidak membahayakan ekonomi masyarakat. Selama tahun 2018, pemerintah menargetkan inflasi hanya sekitar 3,25%, suatu angka yang diasumsikan relevan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 5,7%.

Jika tidak terkendali akan menyebabkan masyarakat kesulitan membeli kebutuhan sehari harinya. Kondisi ini akan merugikan masyarakat yang berpenghasilan tetap, misalnya yang bergaji per bulan. Namun hingga bulan April di beberapa daerah termasuk Pesisir Selatan mengalami deflasi (yakni barang banyak, harga uang meningkat), yang dipicu oleh menurunnya harga komoditi bahan pangan. Menurunnya harga pangan, di lain pihak juga merugikan petani, karena tidak seimbang dengan peningkatan harga pupuk.

Secara umum inflasi disebabkan oleh dua hal yakni tarikan permintaan (kelebihan likuiditas) dan yang kedua adalah masalah produksi dan terganggunya distribusi. Sebab pertama dipengaruhi oleh kebijakan Bank Sentral dan pemerintah, sedangkan hal kedua karena membanjirnya permintaan akan barang, namun barang itu suklit di pasaran akibat kurang produksi atau terganggunya aliran barang.

 Selama Bulan Ramadhan permintaan akan barang-barang konsumsi meningkat tajam di berbagai pasar tradisional kita, terutama bahan-bahan makanan, seperti lada, bawang merah, beras, gula, minyak gorong, ikan, daging dan sayur mayur. Kondisi ini telah mendorong meningkatnya harga-harga pada beberapa tempat, walau masih dalam kendali pemerintah.

Bulan Ramadhan, kita disuruh untuk mengendalikan nafsu, menahan di siang hari, berbuat baik, bersedekah, berinfak, mengerjakan ibadah syalat Taraweh di malam hari, justru inflasi meningkat.  Di saat kita diwajibkan mengendalikan nafsu, justru kita banyak bernafsu belanja bahan makanan, sehingga mendorong inflasi. Kenapa harus beli semua di sore hari, padahal nanti selepas magrib belum tentu juga dimakan. Ya Mubazir. Atau ada yang salah dari cara pikir kita, yakni menahan nafsu di siang hari, balas di malam hari.  

Bawang merah, yang kita andalkan dari Brebes dan luar negeri harganya mulai naik sejak beberapa hari ini. Sementara ikan berkurang pasokannya karena hujan dan badai pada awal Ramadhan menyulitkan nelayan turun ke laut. Sayur mayur di Pasar Sago, Painan, Kambang yang umumnya dipasok dari “daerah darek” seperti dari Bukittinggi, dan Alahan panjang, berkurang karena musim hujan telah menganggu pasokan. Demikian juga Tapan dan Inderapura, Luang dan Silaut banyak dipasok dari Sungai penuh. Beberapa titik jalur lalu lintas Padang-painan dan Tapan Sungaipenuh mulai longsor sehingga memperlambat  jalur distribusi barang.

Hingga tanggal 21 Mei 2018 di Painan yang merupakan pasar dengan harga tertinggi, seperti cabe merah besar Rp. 40.000/kg, cabe kriting lokal Rp. 32.000,-/kg beras rata-rata di atas Rp. 13.000/kg,- daging rata-rata Rp. 130.000/kg, ikan laut rata-rata di atas Rp. 40.000/kg. Sementara semen, paku, besi masih seperti sebelum Ramadhan.      

Kebijaan kita ke depan tentu saja harus mulai memikirkan tata pola tanam, dan jalur lalu lintas. Fenomena di Pasar Painan dan pasar-pasar kecamatan lainnya harga harga komoditi pangan meningkat tajam, karena banyak komoditi tersebut yang di pasok dari luar kecamatan. Berbeda dengan pasar nagari seperti Kotoberapak, taluk, dan Kotobaru Lengayang yang harga sayur dan cabe masih terkendali, karena umumnya di pasok dari nagari-nagari sekitarnya. Dengan demikian, kita perlu memperkuat produksi pangan di nagari-nagari agar pasar kecamatan tidak tergantung  pasokan dari daerah lainnya.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube