Headline News

header-int

MENYIKAPI HOAX AKIBAT PROPAGANDA FIREHOSE OF FALSEHOOD

Selasa, 05 Februari 2019, 00:40:04 WIB - 2037 | Kontributor : Wildan, S.E., M.I.Kom

Maraknya berbagai informasi melalui pemberitaan di berbagai media (media elektronik, media cetak, media on line dan media sosial) memberikan efek bagi konsumennya, dan jenis efeknya sesuai dengan contoh yang mereka konsumsi. Semakin mirip situasi dalam media tersebut dengan situasi kehidupan sebenarnya, maka makin tinggi efeknya pada perilaku mereka. Kemungkinan terjadinya efek akan semakin besar bila penyajian informasi itu dianggap sebagai hal yang sudah sepatutnya. Sebuah kondisi yang gaduh, penuh pertikaian terjadi dalam masyarakat, terutama pada pesta demokrasi yang sedang kita helat saat ini. Inilah dampak yang ditimbulkan dari apa yang disebut sebagai Firehose of Falsehood (FoF). Sebuah evolusi dari hoax yang memanfaatkan ilmu komunikasi yang berbasis kepada "big data" dan "neuroscience".

Apa itu FoF? Adalah sebuah teknik propaganda yang memilikii 2 karakteristik, yakni : 1) adanya tingkat pesan atau informasi dalam frekwensi yang sangat tinggi; dan 2)adanya penyebaran informasi yang salah atau hanya sebagian benar, atau bahkan berupa fiksi. Pesan dan informasi ini diibaratkan seperti seseorang (subjek) yang menyemprotkan air (informasi) secara terus menerus hingga objek yang kena semprot tersebut tidak mampu menahan air (informasi) tersebut, yang akhirnya tercipta kesamaan perspektif dan persepsi dengan subjek tersebut.

Propaganda yang berasal dari Rusia ini merupakan sebuah evolusi dari propaganda Joseph Goebbels (1930-an) yang bergerak menuruti perkembangan zaman. Kita sama-sama mengetahui Joseph Goebbels adalah seorang yang sangat dipercaya Adolf Hitler dan memiliki peran ganda sebagai ahli strategi dalam propaganda Nazi-Jerman. Postulatnya yang terkenal adalah “Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi (seolah-olah) kenyataan! Sedangkan kebohongan sempurna, adalah kebenaran yang dipelintir sedikit saja.”

FoF ini mempunyai empat ciri, yaitu :1) Dikeluarkan secara massif dengan kuantitas tinggi dengan melalui banyak saluran sumber berita, baik berupa teks, video ataupun audio. Publik dipaksa mempercayai informasi yang sama dari sumber yang berbeda-beda. Sumber informasi yang beragam dengan intensitas yang tinggi dapat menutupi informasi dari pihak yang berlawanan sehingga mempengaruhi psikologis konsumennya. 2) Konsistensi dan repetisi pesan yang cepat. Fakta ilmiah membuktikan bahwa kesan pertama akan sangat kuat bertahan dalam pikiran seseorang; dan pengulangan sebuah informasi akan membuat familiar, dan sesuatu yang sudah familiar akan membuat mudah untuk diterima, inilah yang dilakukan dalam skala besar (masyarakat). 3) Tidak memiliki komitmen pada kenyataan. Pada prinsipnya tidak ada kenyataan yang objektif karena tidak ada kebenaran yang mutlak karena pada puncaknya walaupun kebohongan tersebut terbongkar, hal itu akan tetap mejadi bias dan opini pun bisa bertransformasi menjadi fakta yang diterima. Fenomena ini disebut sebagai “Confirmation Bias”. 4) Inkosistensi pada informasi yang dikeluarkan. Seperti disampaikan sebelumnya, media menyajikan informasi yang beragam, ada yang benar, sebagian bahkan fiksi dalam membentuk opini. Jika informasi yang dikeluarkan ternyata tidak menarik bagi konsumennya, maka media akan segera menarik informasi tersebut dan menggantinya dengan informasi baru, sebuah inkonsistensi tercipta di sini. Strategi FoF mengambil peran dalam inkonsisten dalam pesan, namun faktor kontradiksi membuat seseorang harus mencari kebenaran dengan argumen yang kuat.

Hoax dapat teramplifikasi dari kegiatan ini, kebohongan bagaikan sebuah komoditas yang dapat dikonsumsi oleh siapa pun karena kebenaran sendiri seperti tidak ada nilainya. Pada era post truth (pasca-kebenaran) hal semacam ini mudah ditemukan dan bahkan terpampang di dalam realitas. Propaganda jika tanpa kebohongan sendiri, bagaikan sayur tanpa garam. Lalu bagaimana kita menyikapinya?

Tanpa disadari, saat ini kita sebenarnya telah diterpa propaganda FoF ini. Mengapa demikian? Banyaknya informasi yang dikonsumsi sehari-hari membuat kita ragu, yang manakah informasi yang benar dari sebuah peristiwa ataupun berita. Bahkan media ataupun jurnalis yang kompeten pun dalam menyampaikan informasi yang valid dalam beritanya untuk menyanggah hoax akan kalah dengan pelaku propaganda ini. Karena pada dasarnya orang akan cenderung lupa apakah informasi yang mereka terima itu benar atau salah, melakukan sanggahan adalah tindakan yang kurang efektif dan tidak disarankan.

Agar menjadi efektif, penulis menyarankan beberapa upaya untuk menghadapi propaganda FoF ini, pertama, kepedulian kita untuk saling memberikan peringatan dini pada informasi yang diduga salah dari propaganda ini. Dengan memberikan informasi yang benar dan menganalisa cara mereka melakukan propaganda dapat membuat masyarakat resistensi terhadap FoF ini. Kedua, melakukan repetisi penolakan dan sanggahan. Tindakan menyajikan fakta-fakta yang benar dan berulang bisa dijadikan sebagai alternatif jika masyarakat telah melupakan isi propaganda tersebut. Ketiga, lebih memfokuskan kepada kontra terhadap efek yang ditimbulkan FoF ini melalui adu strategi yang membutuhkan kecerdasan dan analisa yang mendalam. Untuk itu, hal yang utama untuk melakukan upaya ini adalah memperbanyak literasi informasi.

Literasi informasi berkaitan dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan, dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kebijakan yang cepat dan tepat terhadap suatu tindakan akan sangat tergantung tingkat pemahaman terhadap literasi. Semakin tinggi tingkat pemahaman literasi suatu bangsa maka kebijakan itu lebih rasional. Semuanya kembali kepada setiap individu, apakah mau terseret pusaran propaganda FoF, dan menjadi salah satu pelaku hoax di dalamnya, ataukah meningkatkan kapasitas diri dengan meliterasi informasi yang masuk dan menjadi salah satu agen perubahan?

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube