Headline News

header-int

12-3-2018 : Informasi telek sandi yang kurang tepat

Senin, 12 Maret 2018, 09:33:37 WIB - 448 | Kontributor :

“ha ha ha ha, ndak usahlah aku yang kau ajar pula. Sebentar lagi kapal mu akan kuambil dan kau akan pulang dengan tinggal nama saja. Nanti binimu ku jemput pula. Ha ha ha”, jawab Simata satu, tegak dengan berkacak tangan.

“Kami datang mau memintamu untuk tidak menganggu lagi para pedagang dan rakyat jelata yang tak berdaya itu. Carilah kehidupan ditempat lain, dengan cara yang lebih baik, dan tidak merugikan rakyat kerajaan”, jawab Panglima Panamban merendah.

“Aku pula yang kau ajar. Kamu ini siapa? Kau belum tahu dengan Simata satu. Aku penguasa daerah selatan ini hingga ke selat Sunda. Kau urus saja negeri mu. Biar ku atur dengan cara kami pula di selatan ini”, balas Simatasatu, dengan percaya diri, walau sebagian anak buahnya sudah banyak yang tumbang bersimbah darah.

“Aku Panglima Panamban, Komandan berantas perompak dan bajak laut ke Ketaun, termasuk kelompokmu, Simatasatu. Jika tidak mau dengan baik baik, maka aku terpaksa menangkapmu. Hidup atau mati,” balas Panglima Panamban.

“haha haha. Engkau pula yang mau menangkap ku. Tuh siapa yang didekatmu itu. Haha hah. Bujangsabaleh, yang berjari sabaleh ya. Akan kubalas kematian anak buahku”, sambil menerjang cepat ke arah panglima.

Disaat yang cepat itu, tiba tiba Bujangsabaleh melambung tinggi dengan terjangan kaki ‘gayung menendang buki’ dengan kedua tangan melintang , melindungi Panglima. Gerakan gayung menendang bukit adalah gayung yang dipandu dengan ilmu kanuragan tinggi, sehingga orang yang terkena akan langsung muntah darah.   Terjangan itu, tepat mengena lambung sebelah kiri Simatasatu, dengan terhuyung Simatasatu mengeluarkan darah dari mulutnya namun tetap berdiri sambil mengeluarkan jurus pamungkasnya ke arah Panglima yang ada di depannya.

Panglima terperanjat sambil melambung tinggi, dan menjatuhkan diri dengan  melakukan gerak kaki berputar menyembai kaki simatasatu, tepat di sebelah Bujangsabaleh. Simatasatu terjatuh, dan Bujangsabaleh langsung menginjak kaki simatasatu. Kemudian dipitingnya leher Simatasatu, namun Simatasatu masih mencoba menghimpun tenaga dalamnya. Siku tangan kiri bujangsabaleh menekan kuat ke dada simatasatu, dan tangan kanan memiting leher sambil menyatukan tenaga dalamnya pada kedua tangannya. Wajah Simatasatu memucat, darah segar makin banyak keluar dari mulutnya. Dadanya remuk akibat tekanan tenaga dalam bujangsabaleh yang sangat dahsyat. Matanya terbelalak menahan sakit, akibat lehernya patah oleh pitingan yang sangat kuat. Dan dia mati dengan mulut penuh lelehan darah yang keluar dari perutnya.

Hanya dalam perkelaihan singkat. Bujangsabaleh baru menggunakan 2 jurusnya, sementara Panglima belum menguras keringat.  Semua orang tertegun, termasuk Panglima. Kagum akan ilmu tenaga dalam Bujangsabaleh, dengan paduan gerak silat kumango yang sangat cepat.  

Orang yang ditakuti selama ini dalam jalur pelayaran arah selatan telah mati ditangan Bujangsabaleh. Sudah lama Bujangsabaleh menunggu pertemuan dengan Simatasatu tapi tak pernah kesampaian. Banyak laporan telek sandi menyebut bahwa Simatasatu adalah perampok maha hebat tak ada tandingannya. Laporan seperti inilah yang membuat Simatasatu menjadi makin ditakuti, dan tak ada orang yang mau berhadapan dengan kelompoknya.

Melihat Simatasatu mati, tiba tiba beberapa anak buah simata satu berdatangan sabil mengayunkan golok kearah bujangsabaleh. Bujangsabaleh melambung sambil berputar salto dan menghindar beberapa hasta dari Panglima.  Panglima menunggu ayunan golok yang tadinya akan diarahkan ke arah Bujangsabaleh. Panglima merendah dengan kedua tangan mencekam tanah dan kedua kakinya menghantam dengan berputar cepat  mirip dengan libasan ekor buaya, seiring dengan gerak tangan yang lincah. Dengan mudah gerakan kaki panglima yang sangat cepat menerjang tepat mengenai lambung para penyerang. Sebuah gerakan silat buayo lalok yang sangat terlatih, yang langsung mengeluarkan isi perut para penyerang dan tak berkutit lagi. 

Panglima Panamban berdiri dengan kukuh lagi. Pedangnya masih disarungnya. Panglima memberi aba aba kepada prajurit untuk terus memburu para pengacau yang melarikan diri. Dibunuh atau ditangkap saja, sesuai dengan perintah Rangkayo rajo Prang sebelum berangkat. Panglima memerintahkan untuk menjaga kapal agar tidak ada yang ke kapal atau membakar kapal. Penjagaan kapal diserahkan kepada pasukan pemanah, untuk mengamati setiap gerakan yang menuju ke arah kapal.   

Perkelaihan  jarak dekat pun terjadi. Parang, pedang dan keris, tombak saling beradu, diselingi dengan lengkingan kematian. Darah dan bau amis mulai tercium. Semua kedigdayaan ditumpahkan. Gebrak menggebrak terus berlangusung sengit. Tikam dan tangkisan silih berganti. Amat tipis hidup dan mati. Serasa seorang prajurit baru membunuh pengacau bebertapa saat kemudian dia terbunuh oleh kibasan tangan simata satu. Dalam perkelahian ini tak ada lagi starategi, yang ada adalah adu cepat dan adu kuat menghancurkan lawan tanding.  

Seiring dengan meninggalnya Simatasatu, anak buahnya yang tersisa berlarian ke pedalaman, dan sebagian meloncat ke kapal mereka di pelabuhan. Dua  buah kapal yang bersandar di pelabuhan, yang menyerupai kapal dagang, langsung berlayar ke arah selatan dengan layar terkembang lebar. Para prajurit tidak membuang kesempatan, beberapa anak panah langsung berhamburan ke arah kapal tersebut, serta beberapa meriam api di arahkan ke kapal itu. Satu  buah kapal hangus kena hantaman meriam api, dan satunya lari dengan sisa sisa anak buah simata satu menyusuri sungai Ibuh ke pedalaman.

Beberapa anak buah Simatasatu dapat ditangkap hidup, sedangkan mayat mayat yang bergelimpangan, oleh Panglima diminta kepada penduduk Ibuh untuk menguburkannya. Panglima dan Bujangsabaleh saling berjabat tangan tanda penumpasan itu telah selesai untuk sementara. Rupanya, pikir panglima, kekuatan Simatasatu tidak sebesar yang disampaikan telek sandi. Namun kemenangan mudah ini juga belum tentu bisa diperoleh tanpa kehadiran Bujangsabaleh.

Setelah semua usai, Panglima meminta kepada masyarakat Ibuh untuk tetap waspada dan jaga kekompakan. Panglima juga minta izin untuk melanjutkan perjalan ke Ketaun guna menunggu Kapal yang akan membawa banyak senjata yang dikirim dari Malaka. Dari prajurit kerajaan ada sekitar  6 orang luka luka. Setelah diberi obat langsung dinaikan ke atas kapal untuk berangkat bersama. Perjalanan ke Ketaun  sekitar setengah hari, karena gelombang yang besar.

Setelah menunggu 1 hari, akhirnya kapal yang mengangkut senjata sampai di pelabuhan Ketaun dari Malaka. Tanpa menunggu lama kapal pengangkut senjata itu langsung dikawal menuju Muarasakai. Sedangkan Bujangsabaleh bersama dua orang anak buahnya tidak ikut ke Muarasakai, dan izin kepada Panglima setiba di Simbungo. Panglima sangat berterimakasih atas jasa tak terhingga Bujangsabaleh.  “Salam buat Sultan dan Putri Dewi”, kata Bujangsabaleh sambil naik ke atas perahu yang sudah menunggunya.  Bersambung....    

 

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube