Headline News

header-int

5-3-2018 ;Tari Kain Dan Puisi Pelepas Prajurit

Senin, 05 Maret 2018, 08:20:22 WIB - 519 | Kontributor :

Setelah Sultan selesai memberi sambutan dan arahan, yang dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Iman Kerajaan, juru penerang istana menyampaikan bahwa untuk menambah semangat pasukan yang akan berangkat, Putri Dewi akan mempersembahkan sebuah puisi istimewa.

Putri Dewi dipersilakan naik ke panggung, menyampaikan puisinya,

“Wahai para prajurit hebat,

engkau habiskan sisa  waktu mu di medan laga, 

engkau taruhkan nyawa ragamu,

kau bilang itu panggilan jiwa,

demi kerajaan yang elok ini,

 

Tak sedikit rasa cemas,

apalagi takut,

semangat membara membela kerajaan,

taklukkan mereka penghalang negeri,

menghadang di samudera lepas,

walau  laut merah karena darah mu,  

 

Hancur raga tulang belulang,

berlumur darah sekujur tubuh,

kau rela jihad demi indrapura,

 

Wahai para prajurit hebat,

bagaimana ku bisa membalas jasamu,

yang telah kau persembahkan untuk Inderapura, 

haruskah aku tertusuk rencong,

bermandi darah bersama ragamu?,

 

Aku tak tahu  balas jasamu,

aku sayang semua kalian,

aku cinta kamu semua,

jika memang saatnya tiba,

di sorga sana kita berjumpa”, Putri Dewi mengakiri puisinya.

 

Semua peserta upacara terpana dan terkesima mendengar puisi yang luar biasa itu. Menambah semangat para prajurit yang akan naik ke kapal. “Hidup Putri Dewi, Hidup Sultan, Jaya Kerajaan”, tiba tiba secara serentak seluruh prajurit mengepal tangannya ke atas.

Sebelum prajurit melangkah menuju kapal, sekelompok penari yang dari tadi telah disiapkan di sudut ujung pelabuhan, mulai beranjak. Beriring menuju tengah lapang upacara dengan kostum tari yang lengkap.

Musik dan serunai yang mengiringinya dimainkan oleh para pemusik.  Gerak tari pembuka telah dilenggokkan. Gerak tari kain memang menakjubkan dengan langkah langkah yang sulit. Langkah demi langkah dibarengi ayunan tangan nan gemulai, seiring alunan musik. Bunyi gendang mengentak bertalu talu. Indah, dan berwibawa sebagai tari penyemangat.  Semua mata memandang pada gerak tari yang sudah lama tidak ditampilkan. Tangan yang melentik di balik kain, dengan mata yang bergerak tenang dan waspada, menambah kesakralan tari kain.

Para penonton terkagum kagum menyaksikan para penari. Bertepuk tangan. Rakyat biasa yang dari tadi berdiri di bawah rindangnya pohon di sudut timur mulai menyasar agak ke depan. Sultan dan permaisuri yang sudah lama tidak menyaksikan gerak tari kain terkesima menyaksikannya.

Sultan jadi teringat dengan apa yang disampaikan Tuo kambang semalam. Jika memang itu permintaan dari Angku Malin Magek, tentu beliau akan ikut menyaksikan pertunjukan tari kain ini. Mana beliau? Pikir Sultan. Mata Sultan melirik ke sekeliling lapangan.  Sultan memanggil Tuo kambang, dan berbisik “Tuo, Coba suruh telek sandi mencari Angku Malin Magek. Kalau ada orang tuo yang kira kira tidak pernah di lihat di Kota Raja ini atau di pelabuhan ini”. Bergegas Tuo kambang menghubungi telek sandi istana.

Setelah beberapa saat, telek sandi menghadap Tuo Kambang, menyampaikan hasil penelusuran dan pengamatannya. Telek sandi tidak menemukan orang tua dengan ciri ciri yang disampaikan tadi, dan Tuo kambang melaporkannya segera kehadapan Sultan. Sultan mengangguk-angguk. Sultan berfikir, mungkin orang tua sakti itu ada di pepohonan atau di tempat yang tidak terjangkau mata. Sultan berharap, orang tua itu akan menonton acara siang ini.  

Malin Magek adalah guru utama yang membimbing Sultan di saat masih muda belia dalam olah jiwa, olah kanuragan dan gerak silat, sebelum berangkat ke Malaka pergi sekolah pemerintahan. Sultan belajar silat dan ilmu meringankan tubuh juga dari orang tua itu. Namun, sekembali Sultan dari Malaka dan Canton karena orang tua lelakinya meninggal dunia, beliau sudah tidak ada lagi di istana. Sultan ingin sekali bertemu dengan Angku Malin Magek.

Beberapa tahun yang lalu Ibunda Sultan, sebelum meninggal dunia,  memberitahu Sultan, bahwa Malin Magek mungkin menetap di puncak bukit linggo. Seperti yang pernah disampaikannya kepada Ayahanda Sultan ketika ayahanda sultan masih berkuasa, pada saat berbincang-bincang di istana, yang kebetulan didengar oleh ibunda sultan. 

Memang bayangan putih misterius yang tadi malam di istana berpesan kepada Tuo kambang, sedang menonton juga. Tidak di atas pohon sebelah timur, tapi dia sedang menonton di atas pohon surian yang tinggi, yang paling ujung dari pelataran pelabuhan. Dan sulit dilihat dari bawah. Dari tadi dia memperhatikan Sultan dan keluarga, serta semua yang ada di lapangan. Dia bangga semua baik baik saja, sama seperti ketika dia masih mengabdi kepada  Sultan Ali Munawar Syah, ayah Sultan.

Tidak salah perkiraan Sultan, bahwa dia adalah Malin Magek, yang ikut menciptakan tari kain bersama kawan kawannya di masa itu. Setelah Ayah Sultan meninggal, dia pergi menghilang sesuai janjinya dengan Sultan Ali Munawar Syah ketika masih hidup. Bahwa dia akan pergi setelah Sultan Ali Munawar syah meninggal dunia. Malin Magek pergi menuju ke Bukit Linggo menyepi, tanpa diketahui pihak kerajaan. Selagi masih hidup, dia ber-ikrar dengan dirinya sendiri, bahwa akan tetap mengabdi bagi kebaikan Inderapura, walau tidak harus menampakkan diri.

Suatu saat kelak, dia berencana akan datang menemui Sultan, yang merupakan  salah satu murid kesayangannya. Setidaknya ingin menyerahkan ‘Kitab Pelangi Sore Menerjang Samudera”   kepada Sultan. Sebuah kitab ilmu silat tua yang dia tulis sendiri, yang merupakan penyempurnaan dari gerak silek buayo peninggalan Inyik Datuk Karamuntiang, Guru Datuk Nago, yang ditulis di Bukit Jirek, dekat air terjun Bayangsani, Bayang bagian utara. Datuk Nago sendiri merupakan Guru silek buayo lalok tempat Sultan pernah belajar beberapa saat. Kemudian Datuk Nago dibunuh dari belakang oleh tusukan keroyokan Harimau Kumbang, anak buah Hariman Tambun Tulang, ketika Datuk Nago menghadiri undangan Datuk Nan Renceh dalam pertemuan para guru silek tuo di Pariangan.

Seiring gerak tari kain akan selesai, sebuah bayangan putih meleset cepat dari pohon Surian. Menghilang ke arah utara kerajaan. Malin Magek kembali ke Bukit Linggo, tempat pertapaannya. Tak ada mata yang melihatnya.    

Tan Baro seperti terkagum kagum atas keindahan gerak tari kain, sama seperti para penonton lainnya yang memang kagum atas keindahan tari kain. Pada hal sesungguhnya, bukan tari yang dilihat Tan Baro.

Matanya lebih banyak diarahkan ke panggung tempat Sultan dan keluarganya duduk, dari pada ke arah penari. Pikiran Tan baro sebenarnya bukan kepada tari itu. Pikirannya tersambung dengan puisi yang indah dan kepada putri yang membacakannya tadi. Bersambung.........

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube