Headline News

header-int

Gambir Masa Depan Warga di Pinggir Bukit

, 11 Desember 2013, 00:00:00 WIB - 1091 | Kontributor : Yusril Budidarma, A.Md

Segitiga yang membingungkan. Petani gambir, tengkulak berkedok pedagang dan perusahaan pengolah gambir. Dua terakhir adalah pihak yang mengeruk keuntungan dari para petani. Petani adalah pelaku utama sehingga produksi gambir bisa ada, tengkulak adalah orang yang berladang di punggung petani, perusahaan adalah yang mengolah produksi petani namun kapasitas olahannnya lebih besar, sehingga keuntungan sangat besar pula. Padahal gambir merupakan harapan warga Pessel yang tinggal di pinggir perbukitan.

Untuk mengolah gambir petani masih menggunakan alat kempa sederhana. Masih banyak getah yang tersisa di limbah yang terbuang. Disisi lain biaya pengolahan dengan alat kempa sederhana tersebut sangat mahal. Biasanya petani hanya bisa menikmati sepertiga dari hasil kempa, bahkan kadang hanya seperempat.

Keberadaan perusahaan pengolah gambir belum memperbaiki nasib petani gambir di Pesisir Selatan. Perusahaan, melalui toke hanya membeli daun gambir dalam kisaran seribu hingga Rp 1.200 per kilo, Yang diterima petani sekitar Rp 700 sampai 800, sisanya untuk toke. Yang paling diuntungkan adalah perusahaan, ia bisa membeli gambir dengan murah, sementara getah yang dihasilkan melalui alat kempa moderen bisa optimal. Kapasitas kempa bisa mencapai 30 ton perhari.

Ditengah jepitan tengkulak dan perusahaan besar pengolah gambir, maka bertahan dengan tetap menggunakan alat kempa sederhana adalah pilihan yang harus dilaksanakan. Tak ayal, nasib petani gambir di Pesisir Selatan masih belum terlalu bagus.

Sebaran petani gambir yang masih belum seutuhnya menikmati hasil panen kini terfokus di beberapa kecamatan. Ini menunjukkan bahwa gambir disatu sisi, saat ini telah menjadi perkebunan populer di Pesisir Selatan, setelah tanaman sawit dan karet. Alasannya, karena gambir dimata masyarakat merupakan komoditi dengan peluang pasar sangat luas. Sehingga tanaman ini bisa diharapkan para petani untuk menggantungkan harapan merenda masa depan. Namun disisi lain perlu penaganan serius, untuk merealisasikan mimpi mimpi petani tersebut.

Sebarannya kini berada di Kecamatan Koto XI Tarusan, Sutera, Batang Kapas dan sudah dimulai pula di Lengayang. Kondisi sebarannya berbeda nyata ketika tanaman gambir baru diperkenalkan kepada masyarakat di kecamatan ini beberapa tahun lalu. Masyarakat Pesisir Selatan telah melihat prospek gambir secara komprehensif. Pasarnya terbuka luas dan menantang.

Eman (40) warga Amping Parak yang memiliki lahan di Surantih salah seorang petani gambir kepada Haluan menyebutkan, melihat perkembangan dan prospek gambir ia berkeyakinan gambir bisa menjadi andalan pendapatan keluarga." Ada harapan lain ketika investor datang kesini, misalnya di Sutra telah punya pabrik pengolahan gambir dengan kapasitas besar, dengan demikian petani tidak susah susah lagi untuk mengkempa gambir. Namun tentu kita berharap daun gambir dibeli dengan harga sepadan," ujarnya.

Ia telah sering meraskan harga gambir mengalami pasang surut. Harga untuk satu kilogram daun gambir memang berfluktuasi tergantung harga gambir di pasaran internasional."Kita memang sering mendapati harga murah, misalnya saat ini harga gambir masih rendah, dan kita berharap pengelola perusahaan tidak terlalu menekan harga ditingkat petani," kata Eman.

Memang harga gambir ditingkat petani Pesisir Selatan tidak stabil sejak beberapa pekan terakhir. Sejak masuk puasa Ramadhan 1434 H lalu hingga bulan Haji ini, harga komoditi itu turun lagi. Dari harga Rp25 ribu menjadi Rp21 ribu perkilogram lalu melorot ke Rp15 ribu.

Menyangkut harga gambir memang petani selalu saja berada pada posisi yang sulit. Bukan saja karena ketiadaan atau kekurangan modal yang dimiliki untuk mengolah lahan sampai panen, tetapi juga disulitkan oleh tidak seimbangnya harga jual dengan biaya pengolahan.Namun persoalan harga bukan saja pengaruh harga secara nasional

Harga komoditi gambir yang selalu terjadi penurunan ini menurut para petani ada sangkut paut nyata pihak perusahaan dan juga tengkulak. Harga dipermainkan. Sebab, harga gambir di tingkat petani di daerah ini belum pernah bertahan diharga yang agak tinggi. Pada beberapa bulan lalu harga komoditi ini pernah mencapai Rp29 ribu perkilogram.

Beberapa hari bertahan pada harga Rp29 ribu perkilogram, kembali turun ke Rp24 ribu dan Rp 15 ribu. Sampai kini harga ini bertahan pada Rp15 ribu perkilogram. 

Dikatakan Eman, petani disini seringkali dihadapkan pada tumpukan hutang kepada toke setiap pascapanen. Uang yang dipinjam selama masa pengolahan, tidak cukup pada pembayaran masa panen. Sehingga dari masa panen kepanen berikut terjadi penumpukan hutang. Ini terjadi karena petani tidak memiliki modal untuk pengolahan lahan sampai panen.

Kami tidak mempunyai modal untuk mengolah lahan sampai panen. Begitupun biaya keluarga sehari-hari, juga kami ambilkan dari sana. Kami harus meminjam uang terlebih dahulu kepada toke, sebelum masapanen datang. Maka itu kami harus menjual hasil panen kepada toke tersebut dengan harga yang telah ditentukannya, meskipun harga itu jauh dibawah harga pasar yang sebenarnya yang tidak kami ketahui, imbuhnya.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2025 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube