Tinggal dikampung dan nagari tertinggal tidak membuat Mawardi Dt R Panghulu (62) kehabisan akal untuk bisa merencanakan dan mengembangkan usaha. Dikampung terkungkung bukit dan berpagar laut yakni nagari Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan ia kini telah mulai menuai kesuksesan. Ia bisa berpenghasilan Rp20 juta setiap bulannya.
Mawardi adalah salah satu nelayan keramba jaring apung yang bertahan mengelola ikan kerapu ekspor di Mandeh. Padahal sebelumnya ada sekitar 20 orang nelayan yang dibina pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Pessel untuk mengembangkan usaha kerapu.
Suami Yasni (55) ini mulai merintis usaha kerapu pada tahun 2003 lalu. Saat itu ia dibantu pemerintah sebanyak empat keramba apung dan 1000 benih kerapu. Bantuan itu di kelolanya di Teluk Mandeh dengan tekun. Hingga masa panen pertama tidak beberapa nelayan yang bertahan. Umumnya ikan ikan nelayan yang ada ditambak mati, dan adapula yang tidak dikelola dengan baik.
Namun berkat kegigihan ia justeru berhasil memanen ikan kerapu jenis macan dan tikus. Berkat perawatan dan ketekunan, rupanya hanya enam persen ikannya yang tidak bisa dipanen. Ini merupakan persentase yang bisa ditolerir dan aman. Penyebab utama adalah mati atau adapula tidak tumbuh dan berkembang sempurna.
"Persentase kematian yang sedikit itu rupanya memberikan hasil yang maksimal bagi saya. Setelah satu tahun empat bulan ikan saya panen dimana satu keempat keramba itu bisa menambah volume usaha. Dari rentang 2003 hingga 2007 hasil penjualan itu saya fokuskan untuk pengembangan usaha. Tiapa kali musim panen saya dapt menambah empat keramba," katanya.
Tahun 2007 Mawardi telah mandiri. Disaat itu ia telah mempunyai pekerja atau karyawan dan menggajinya sebesar Rp1juta perbulan. Gaji itu diluar biaya makan dan minum selama dilokasi kerja.
"Kini saya telah memiliki 27 kotak keramba. Seluruh keramba itu tidak ada yang "menganggur". Satu keramba bisa menampung 250 ekor kerapu. Harga bibit kerapu saat ini R2500 per cm. Biasanya bibit yang bisa dimasukkan kedalam keramba adalah yang memiliki panjang 10 cm. Jadi harga satu ekor bibit kerapu sekitar Rp25ribu," kata Mawardi di Nagari Mandeh, Tarusan.
Dikatakan laki laki yang mempunyai tiga anak itu, anak ikan yang baru dimasukkan ke dalam keramba dibesarkan dengan makanan pabrikasi. Makanan pabrikasi dapat diberikan hingga ikan memiliki berat badan 300 gram. Hingga memiliki berat badan 300 gram setiap ekor ikan akan mengeluarkan biaya Rp1000.
"Lepas itu, kerapu harus diberikan makanan alami berupa rucah atau ikan ikan kecil. Biaya makan berupa rucah ini memang terbilang agak besar. saya mendapatkan rucah melalui nelayan lain," katanya.
27 keramba jaring apung yang dimilikinya telah di atur siklus pemeliharaan awal dan panennya. Jadi dengan mengatur siklus memasukkan bibit ke keramba, Mawardi dapat pula mengatur jadwal penennya.
"Setiap tiga bulan kini saya bisa memanen ikan kerapu ekspor tersebut. Bahkan dengan telah banyakknya keramba apung milik perusahaan dan kelompok masyarakat, membuka peluang untuk mengatur jadwal panen setiap bulan. Selama ini kapal dari Hongkong hanya merapat sekali tiga bulan," katanya.
Ditambahkan Mawardi, dengan jumlah keramba 27 lobang itu, ia bisa memperoleh penghasilan rata rata sekitar Rp20-40 juta perbulan. Itu sudah dikeluarkan biaya bibit, pakan perawatan dan tenaga kerja. Kerapu yang digemari konsumen Hongkong adalah yang memiliki bobot badan 500 gram.
Selanjutnya terkait harga Mawardi mengatakan, hingga kini memang berfluktuasi. Untuk satu kilogram kerapu tikus harga terndah Rp350ribu. Namun jika harga sedang baik bisa diatas Rp400ribu.
"Dan permintaan paling besar adalah saat akan ada hari raya imlek. Biasanya harga setiap kilo kerapu tikus atau kerapu macan bisa pula dipatok diatas Rp500ribu. Jadi tidak ada masalah dengan pemasaran. Pasar utama saat ini adalah Hongkong," katanya menutup pembicaraan.