Asumsi kita saat mendengar kata rapor yang terbayang adalah aktivitas anak sekolah setelah mengikuti ujian evaluasi semester, menerima buku yang berisi nilai-nilai hasil pembelajaran selama kurun waktu tertentu. Namun, langkah Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan memberi rapor kepada kepala dinas/badan/kantor patut diapresiasi. Mengingat selama ini soal kinerja dan evaluasi jarang sekali ada indikator terukur.
Mengingat jabatan kepala SKPD dianggap lekat dan beraroma politis, soal kinerja seringkali bersifar subjektif. Sehingga kinerja para kepala SKPD dinilai bukan dari indikator yang jelas dan terukur, bahkan minim objektifitas dan profesionalitas.
Hal itulah yang kemudian membuat pasangan Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abit dengan Wakil Bupati, Editiawarman ingin merubah asumsi tersebut sehingga soal kinerja perlu standarisasi yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Karena itu, dipenghujung 2013 lalu, sebanyak 25 kepala SKPD menerima rapor atas kinerjanya selama 6 bulan terakhir. Rapor tersebut memuat berbagai indikator penilaian yang dipersyaratkan. Salah satu yang dinilai adalah seberapa sering seorang kepada SKPD menjadi sumber berita.
Tentu ditengah keterbukaan dan transparansi seorang kepala SKPD dituntut untuk dapat mengkomunikasikan tugas dan tanggungjawabnya melalui media massa. Mengingat publik butuh asupan informasi atas kinerja yang telah dilakukan.
Semakin sering seorang kepala SKPD menjadi sumber berita maka tentu akan mendapat nilai yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika frekuensinya sedikit juga akan mempengaruhi rapor para kepala SKPD.
Langkah Pemkab Pesisir Selatan untuk memberikan rapor kepada kepala SKPD mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. Mengingat langkah ini merupakan yang pertama dilakukan kalangan Pemkab/pemko di Sumatera Barat ini.
Bisa jadi apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan akan menjadi model bagi daerah lain. Namun, karena masih rapor pertama tentu akan ada beberapa perubahan dan tambahan indikator sehingga akan terus disempurnakan.
Bahkan Bupati Nasrul Abit mengingatkan agar kepatuhan terhadap Perbup Larangan Merokok di Lingkungan Instansi Pemerintah akan menjadi salah satu penilaian. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para kepala SKPD agar mempau menerjemahkan dilingkup SKPD-nya.
Menurut Sekda Pessel, Erizon, buku rapor yang diberikan persis sama dengan rapor anak sekolahan karena rapor tersebut juga memuat angka-angka hasil penilaian yang dilakukan oleh pejabat terkait. Akumulasi hasil dari sepuluh indikator yang dinilai itulah yang kemudian diranking.
Secara garis besar nilai tersebut berisi tentang kemampuan penyerapan anggaran, kemampuan melakukan komunikasi dengan berbagai pihak termasuk dengan unsur staf, kemampuan meraih prestasi baik level provinsi maupun nasional, dan kemampuan menjabarkan visi dan misi kepala daerah serta tingkat kreativitas disamping kemampuan menyuplai informasi pembangunan kepada publik melalui media massa.
Rapor yang sudah diberikan kepada kepala SKPD akan menjadi acuan bagi yang bersangkutan untuk terus berbenah. Bagi yang berprestasi dan mendapat ranking baik tentu akan terus memperbaiki diri agar lebih baik lagi. Tapi bagi yang masih mendapat penilaian yang kurang tentu perlu terus melakukan evaluasi diri.
Mengingat rapor tersebut merupakan bagian dari upaya membangun pemerintahan daerah yang transparan, maka rapor tersebut akan menjadi rujukan bagi pimpinan untuk melakukan evaluasi sehingga nanti akan terbangun struktur pemerintahan daerah yang baik dan transparan.
Hasil dari rapor juga akan menjadi prasayarat penempatan pejabat pada jabatan yang tepat dan sesuai dengan latarbelakang, keterampilan dan pengalaman yang bersangkutan, disamping pertimbangan-pertimbangan lain seperti loyalitas dan integritas.
Akhirnya, rapor itu akan memberikan sinyal bagi pejabat level kepala SKPD untuk mendapatkan reward dan punishment, termasuk mendapat promosi, rotasi, mutasi maupun degradasi.