Headline News

header-int

Strategi Penyelamatan Sapi Pasisie

, 15 Agustus 2013, 00:00:00 WIB - 1376 | Kontributor : Yusril Budidarma, A.Md

Sekda Pessel Erizon menyebutkan, sapi khas asal Pesisir Selatan (Pessel) perlu diselamatkan dari kepunahan. Tanda tanda kepunahan sapi khas Pessel itu ditandai dengan menyusutnya populasi sapi pasisie sementara sapi lokal jenis lain seperti sapi bali menyerbu daerah itu semenjak duapuluh tahun belakang.

Berdasarkan data tahun 2007, populasi sapi tercatat sebanyak 90.344 ekor. Dan data terakhir (2012), jumlah sapi yang ada sebanyak 91.777 ekor. Di dalamnya sudah termasuk berbagai jenis sapi, misalnya brahman, PO, sapi bali dan sapi pesisir. Sapi pesisir mendekati angka separuh dari itu yang sebelumnya mendominasi. Jadi artinya sapi pasisie sekitar 40 ribu ekor dan tidak ada perkembangan yang menggembirakan. Ia telah tergantikan oleh strain lain.

Padahal menurutnya, petani Pessel di bawah tahun 1990 rata-rata memelihara sapi pasisie. Namun setelah itu baru masuk jenis sapi lainnya ke Pessel. Pada awal tahun 1990 lewat program pemerintah (IDT) telah didrop ribuan sapi jenis bali (bos indicus) ke Pesse. Sapi itu sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan Pessel dan makanan alamnya.

Beberapa tahun kemudian, sapi jenis bali berkembang sangat pesat dan diiringi masuknya program bantuan sosial yang rata rata mengandalkan sapi bali. Petani berbondong-bondong mencari bibit sapi bali, baik yang dipelihara secara konvensional maupun dilepas begitu saja. Sementara sapi pesisir semakin tidak diminati peternak.

Menurutnya, secara umum ancaman utama terhadap peningkatan populasi sapi asli pesisir tidak lagi soal menyukai sapi lain. Akan tetapi tindakan pemotongan sapi betina produktif oleh masyarakat atau petani itu sendiri. Sementara untuk kasus penyakit yang mematikan tidak begitu mencolok mewarnai sapi pesisir.

Terkait soal penyembelihan sapi betina produktif, dibutuhkan kesadaran bersama terutama peternak sapi agar tidak menjual atau memotong sapi betina produktif untuk keperluan apapun. Apalagi saat ini pemerintah punya target surplus daging tahun 2015 mendatang. Artinya diperlukan pembiakan yang banyak untuk memenuhi target itu, ujarnya.

Kekhawatirannya sejak tiga tahun terakhir telah terjadi peningkatan penjualan dan pemotongan sapi betina produktif di daerah ini. Ia menyebut tidak kurang dari 16 ribu ekor sapi betina produktif dijual untuk dikonsumsi. Ini ditenggarai menjadi ancaman yang serius bagi populasi sapi terutama sapi pasisie di Pessel.

Penjualan yang demikian besar dipicu banyak hal. Misalnya tingginya kebutuhan hidup peternak untuk waktu-waktu tertentu, misalnya saat memasuki hari raya. Memasuki musim tanam, membangun rumah atau keperluan lain. Kemudian saat memasuki tahun ajaran baru, sapi juga menjadi benteng terakhir petani. Belakangan, Malaysia juga sangat berminat pada jenis sapi pasisie.

Masyarakat memelihara sapi kebanyakan sebagai usaha sampingan, meski sudah ada juga beberapa kelompok ternak yang memulai usaha peternakan sapi secara lebih besar. Namun rata-rata setiap setiap petani di daerah ini memiliki minimal satu ekor sapi peliharaan. Jenis sapi yang dipelihara mengikuti tren, sehingga kebanyakan sapi lokalpun yaitu sapi pasisie ditinggalkan orang. Jenis sapi import seperti brahman, simental, brangus dan sapi bali lebih digemari.

Populasi sapi terbesar ada di Kecamatan Ranah Pesisir sebanyak 17.816 ekor. Disusul Kecamatan Sutera sebanyak 14.391 ekor, Lengayang sebanyak 12.622 ekor dan Kecamatan Bayang sebanyak 12.215 ekor dengan total rumah tangga pemelihara ternak sapi mencapai 33.578 keluarga. Produksi daging sapi dari Pesisir Selatan mencapai 1.179,765 ton per tahun.

"Bagaimanapun, perkembangan teknologi genetika akan mendesak dan mengancam keberadaan sapi khas Pessel yang tidak ada duanya di dunia. Kini perkembangan ilmu genetika telah menyentuh kelapisan masyarakat terutama peternak. Dengan ilmu genetik, indukan sapi pasisie di kawin suntik dengan sapi luar," katanya.

Selain itu, ancaman selanjutnya adalah tingginya permintaan atau pemotongan sapi pasisie untuk memenuhi pasar luar daerah, namun belum diikuti oleh angka kelahiran sapi yang tinggi. "Ini tentu saja dapat menyebabkan berkurangnya sapi pasisie," katanya.

Berdasarkan hal itu, pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan segera membuat kawasan penangkaran. Untuk kawasan penangkaran, pilihan utama adalah menangkar sapi di sebuah pulau yang ada di Pesisir Selatan. "Pulau itu harus memiliki kriteria khusus sehingga hewan plasmanutfah itu bisa bertahan hidup dan berkembang secara alami. Misalnya ada lahan rumput, sumber air dan pepohonan," katanya tanpa menyebutkan pulau yang dimaksud.

Dikatakannya, beberapa pulau di kawasan itu ada yang memiliki kriteria dimaksud. Pemerintah saat ini tengah merancang rencana aksi untuk membuat kawasan penangkaran. "Namun jika dipulau tidak memungkinkan, maka upaya penangkaran akan dilakukan di daratan," katanya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan dan Perkebunan Pessel Afrizon Nazar menyebutkan sapi lokal pesisir yang biasa disebut warga Pessel jawi atuih merupakan sapi terkecil no dua di dunia setelah sapi dexter. Populasinya sebanyak 20% dari 425.338 ekor sapi pedaging Sumatera Barat pada tahun 2012.

Menurutnya, sapi pasisie yang memiliki ukuran tubuh mini itu hanya bisa berkembang dengan baik dikawasan Pessel dan tidak ada duanya.

Meski demikian, hingga kini belum diketahui asa muasal sapi pasisie itu. Umumnya sapi itu dipelihara ekstensif dan sumber daging bagi masyarakat di kota Padang. Sapi yang dipotong di Padang 75% -nya adalah sapi pesisir .

Sementara karakteristik sapi pesisir adalah jantan dewasa umur 4-6 tahun memiliki bobot badan 186 Kg dengan tinggi 99 cm. Sapi muda umur 1,5-2,5 tahun hanya bertumbuh 20 gr/ekor/hari. Induk muda umur 3-4 tahun bertumbuh sebesar 140-225 gr/ekor/ hari.

"Warna bulu pola tunggal terdiri atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%). Warna merah bata dominan, dan derajat heterozigositasnya tinggi, "katanya.

Ditambahkannya, tanduk pendek dan mengarah keluar seperti tanduk kambing. Jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, ponok besar, kemudi pendek dan membulat. Betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil dan mengarah keluar. Umur bunting pertama 30 bulan.Umur beranak pertama 40 bulan.

Keunggulannya adalah persentase karkas tinggi (50,5%). Tingkat kesuburan tinggi, daya tahan hidup tinggi, mampu mengkonsumsi serat kasar tinggi, mampu bertahan hidup dengan nutrisi kurang, beradaptasi dengan lingkungan tropis. Tahan terhadap penyakit tropis. Temperamen jinak sehingga lebih mudah dikendalikan dalam pemeliharaan.

Untuk mengantisipasi penjualan dan pemotongan yang tidak prosedural terhadap sapi pasisie, Pessel menerapkan pengawasan yang ketat di perbatasan dan pintu keluar daerah itu. Selain itu RPH yang ada diminta untuk selektif dalam melakukan pemotongan. Lalu pemerintah telah menyediakan pasar ternak di Lakitan yang juga khusus menyelenggarakan jual beli sapi pasisie.

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2025 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube