Syafril (42), mematut matut Kampung Limau Manis Kulam, Kambang, Kecamatan Lengayang Pesisir Selatan dari pinggang bukit yang berbatasan dengan Kampuang Akad Kambang Utara. Kampungnya masih tampak kusam terutama jika pandangan diarahkannya ke hamparan sawah tempat warga setempat mengais rezeki, berluluk dan kayu bertebaran.
Kampung itu Selasa (14/1/2014) lalu, dihondoh bencana berupa banjir bandang. 105 rumah penduduk di hantam air dengan material lumpur dan potongan kayu. Lalu beberapa rumah diantaranya tersapu dan tak tahu muaranya. Warga disana kehilangan harta, tempat tinggal dan ternak. Puluhan hektar lahan pertanian yang siap panen tertimbun.
Masih terkesan kumuh memang kawasan itu meski telah sebulan bencana itu berlalu. Sawah sawah masih dihiasi potongan kayu dan belum sempat dibersihkan pemiliknya. Tampak warna khas lumpur masih mendominasi sawah sawah itu dari kejauhan.
Syafril yang akrab di sapa Epi itu tidak menyangka, Batang Kulam yang lebarnya hanya sekitar lima meter itu dapat menimbulkan bencana besar. Bahkan sebelumnya tidak pernah terjadi, sungai "mungil" itu meluap. Paling tinggi kedalaman air di sungai itu sekitar satu meter. Dari kejauhan ia hanya bisa mengurut dada mengingat kejadian itu.
"Di hulu sungai itu, hanya ada beberapa anak sungai berukuran kecil. Anak sungai itupun tidak pernah terpantau menyemburkan air yang luar biasa. Lalu tiba tiba, pada pertengahan bulan lalu terjadi bencana besar disini," katanya.
Syafril adalah salah satu warga yang ditugaskan TNKS (Taman Nasional Kerinci Sebelat) untuk ikut berpartisipasi menjaga hutan dan rimba disekitar kampungnya itu. Pilihan TNKS untuk menjadikannya sebagai tenaga pengaman hutan barangkali sangat tepat. Soalnya jauh sebelum ia menjadi Pam Swakarsa TNKS, bersma warga lainya ia juga telah aktif menjaga hutan disekitarnya tinggal.
"Awalnya saya bersama warga lainnya mencoba menahan laju penebangan di hutan sekitar dengan melakukan pendekatan persuasif kepada penebang hutan. Upaya ini dilakukan agar dampak dari penebangan itu tidak terjadi didaerah kami," katanya.
Tahun 2010 lalu bahkan ia bersama warga setempat membawa sendiri kayu hasil ilegal loging ke aparat. Upaya itu kemudian diapresiasi oleh pihak TNKS dan dia lantas dijadikan sebagai Anggota Pam Swakarsa TNKS.
Semenjak itu, ia lebih kuat melakukan penjagaan hutan dan rimba di kawasan Limau Manis Kulam, apalagi dapat dukungan penuh masyarakat. Para pembalak dibuat panik. "Semenjak 2011 sudah tidak ada lagi kayu yang lewat melalui kampung kami. Kalau ditemukan kami akan laporkan ke TNKS dan melakukan tindakan yang diarahkan," katanya.
Namun menurutnya, para pembalak itu sangat cerdik. Mereka selalu mencari cara dan peluang untuk dapat menggarap kayu di hulu Batang Kulam. Mereka para pembalak tidak masuk dan keluar melalui Kampuang Limau Manis Kulam.
"Mereka masuk melalui jalur lain dan mengeluarkan kayu lewat kampung lain pula. Perlaan tapi pasti, pembabatan berlanjut juga. Beberapa kali kami bersama kawan kawan Pam Swakarsa melakukan razia ketitik titik yang dicurigai. Dilokasi, kami menemukan kayu yang sudah dibuat menjadi balok balok dan siap diluncurkan. Disana biasanya kami melakukan pemusnahan dengan mencincang kayu tersebut," katanya.
Bertahun tahun kelicikan pembalak itu terus berlangsung. Lalu selama itu pula muncul kegelisahan dan ketakutan akan terjadinya bencana dikemudian hari. Dan akhirnya kegelisahan itupun terjawab pada Selasa (14/1/2014) lalu. Lereng lereng bukit yang tidak memiliki penahan yang cukup akibat digunduli longsor bersama air. Lalu air yang membawa banyak material itu menyatu pada Batang Kulam dan terjadilah banjir bandang yang telah meluluhlantakkan kampung tersebut.
Bertahun tahun aktifitas pembalakan berlangsung, namun hanya dalam waktu satu jam saja meluluh lantakkan kampung yang ada di hilirnya. Banjir datang dengan tiba tiba. Sebagian warga tidak sempat menyelamatkan diri dan terpaksa bertahan dirumah masing masing. Air menyapu rumah warga selama lebih kurang satu jam, setelah itu air menyusut.
"Sekitar Pukul 17.30 WIB Batang Kulam mulai meluap. Kondisi air Batang Kulam Ketika itu berubah sangat cepat dari jernih menjadi keruh. Tidak menunggu lama luapan Batang Kulam tampak mengalami kenaikan besar," katanya.
Dikatakannya, arus banjir bandang selain membawa lumpur tebal juga disertai potongan kayu berbagai ukuran. Ketinggian air ketika itu sekitar satu setengah meter. Material banjir berupa potongan kayu berukuran besar menyapu rumah warga yang dilintasinya.
"Ratusan rumah terendam air berlumpur setinggi satu setengah meter. Satu rumah lenyap terbawa arus, sementara 33 rumah mengalami kerusakan hebat. Selain itu lahan yang siap panen seluas 17 hektar juga luluhlantak di terjang banjir," katanya menjelaskan.
Banjir menurutnya juga merusak fasilitas umum. Sebuah jembatan yang diabuat secara swadaya putus sehingga warga harus menyeberang untuk keluar atau masuk kepemukiman. Masjid dan bangunan sekolah juga tidak luput dari amukan banjir bandang.
Warga yang rumahnya hanyut tersapu banjir saat ini menumpang dirumah warga lainnya. Pemilik rumah bernama Tukijan bersama lima orang penghuni rumah itu untuk sementara menumpang dirumah Epi.
Sementara itu Marnis (55) warga setempat menyebutkan, Batang Kulam yang tidak terlalu besar itu sebelumnya selalu ramah, namun keramahan itu berubah menjadi mencana hebat. "Ini pertama kali saya melihat Batang Kulam mengamuk. Mudah mudahan tidak terulang lagi setelah ini," pintanya.