Headline News

header-int

PESISIR SELATAN MENGEJAR MIMPI

Rabu, 06 Februari 2019, 07:54:54 WIB - 298 | Kontributor :

Setiap pagi saya memandang langit timur Kota Painan. Langit yang indah, dengan berbagai hiasan alam yang membentuknya. Ada awan hitam berkelompok, diselingi cahaya kekuningan dan keemasan saling berbaur. Fajar mentari pagi menyembulkan harapan bagi semua penduduk. Setiap pagi pula saya punya keyakinan bahwa harapan dan peluang selalu ada setiap hari agar Pesisir Selatan menjadi lebih baik. Lebih maju. Lebih sejahtera penduduknya. Lebih berkembang ekonominya. Lebih baik pemahaman agama penduduknya. Dan tentu saja lebih sentosa masyarakatnya.

Di kala sore, datanglah ke Carocok atau ke Mandeh. Indahnya luar biasa. Setiap orang yang datang ke sana selalu berdecak kagum. Dan jika kita terus melangkah ke selatan hingga Simbungo di Silaut, kita akan makin tahu betapa hebatnya Pesisir Selatan.

Negeri yang sudah entah berapa lama selalu saya banggakan. Saya niatkan untuk menjadi negeri yang mempesona. Dulu ketika saya masih sangat muda, lebih kurang 35 tahun yang lalu. Masih sangat muda, ambisi psikologis sebagai seorang mahasiswa yang dilahirkan di Pesisir Selatan dan kuliah di sebuah perguruan tinggi di Pulau Jawa ingin sekali dengan cepat menyaksikan geliat dan perkembangan Pesisir Selatan. Sebagai Sekretaris Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang, namun ketika berbicara Pessel, ada getaran yang tak terhindarkan. Di saat banyak mahasiswa dari berbagai kabupaten kota membentuk organisasi-organisasi lokal, dibawah naungan Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang. Muncul kesadaran Saya sebagai orang Pesisir. Dan pada tahun 1984/1985 kami dengan beberapa anak pesisir yang jumlahnya tak sampai sepuluh, membentuk Forum Komunikasi Mahasiswa Pesisir Selatan. Hingga kini organisasi mahasiswa itu sudah berkembang dengan puluhan anggotanya. Dulu susah sekali mencari mahasiswa yang mau mengaku berasal dari Pesisir. Perputaran waktu, hari ini, telah dengan bangga mereka mengaku berasal dari Pesisir Selatan.

Makin hari makin dihanyutkan pikiran saya dalam mimpi tentang Pesisir. Suatu malam saya mencoba merajuk sebuah tulisan untuk dimuat dalam sebuah surat kabar terbesar di Sumatera Barat waktu itu. Menulis dalam beberapa judul, yang menyuarakan tentang Pesisir Selatan yang amat berpotensi, tapi kurang terperhatikan. Pesisir Selatan yang besar tapi masih tidur. Pesisir Selatan yang memiliki budaya tua, tapi oleh sebagian anak negerinya tidak dibanggakan. Pesisir Selatan yang belum juga bisa menjadi tuan bagi penduduknya. Alhamdullilah ketika itu, tulisan-tulisan tersebut mendapat sambutan baik dari pemerintah daerah.

Hari ini, Pesisir Selatan berada pada masa penuh tantangan dan sekali gus banyak peluang. Ada tantangan yang luar biasa, baik dari lingkungan strategis maupun dari kondisi internalnya. Tantangan yang akan memacu adrenalin birokrasi dan penduduknya untuk lebih baik. Atau malah menjadi penonton bagi kemajuan daerah sekitarnya.

Peluang yang begitu banyak, dan saling berebut di antara semua pemerintah daerah. Hanya Pemerintah Derah yang kuat, ambisi, pintar, memiliki strategi, dan visioner yang akan memenangkan dan merebut banyak peluang menjadi kesempatan untuk membangun. Mulai dari potensi sumberdaya alam yang harus ada investor untuk mengelolanya. Atau perebutan kue anggaran dari pemerintah pusat. Semuanya memerlukan strategi, ambisi, kekuatan komunikasi, dan kemampuan untuk meyakinkan pemerintah yang lebih atas dengan proposal meyakinkan dan logis. Bahkan hari ini, pemerintah daerah tidak lagi disibukkan dengan sekedar re-inventing government tapi sudah ditantang oleh disruption.

1. Luas Tapi Sempit

Kemaren saya membaca dan menganalisis beberapa data dalam buku Provinsi Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2018 atau yang sering disingkat PSDA 2018. Tentu saja mata saya secara tajam menukik pada data-data yang berkenaan dengan Pesisir Selatan dalam perbandingannya dengan kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Barat.

Secara comparative atau perbandingan, ternyata pada tahun 2018 ini beberapa data tentang Pesisir Selatan bagi saya cukup menjadi bahan analisis dan mengejutkan. Luas Pesisir Selatan sekitar 5.794,95 km2 atau 13,70% dari luas Sumatera Barat sekitar 42.297,30 km2 dan berada pada posisi nomor 2 terluas setelah Mentawai. Tentu saja kalau di bandingkan dengan kabupaten kota yang berada di daratan Pulau Sumatera merupakan kabupaten terluas di Sumatera Barat.

Tidak demikian halnya dengan kawasan budidaya di Pesisir Selatan, yang merupakan tumpuan utama dalam kehidupan masyarakat agraris. Kawasan budidaya daerah ini jauh lebih sedikit dari pada kawasan non budidaya, sehingga perekonomian masyarakatnya kurang cepat perkembagannya dibandingkan dengan beberapa daerah kabupaten lainnya. Sebagaimana yang yang pernah dikemukakan oleh Adam Smith, Bapak Ekonomi konvensional bahwa tanah adalah factor utama dalam ekonomi. Banyak literature yang menyajikan bahwa dimana ada ketimpangan lahan akan diikuti oleh disparitas social kehidupan masyarakatnya.

Kabupaten ini memiliki kawasan budidaya hanya sekitar 262.797 hektar, yang nota bane nya menjadi penyokong utama dalam kehidupan masyarakat, justru berada pada posisi nomor 3. Jauh dibawah Pasaman Barat yang memiliki kawasan budidaya 295.763 hektar dari luasnya 3.887, 77 km2 atau 9,19% dari luas Sumatera Barat. Bahkan, Kabupaten Pasaman yang luasnya hanya sekitar 9,33% dari luas propinsi, jauh lebih luas lagi kawasan budidayanya hingga mencapai 394.763,49 hektar.

Kondisi ini disamping akibat fisiografi yang membatasi, juga karena ketidak adilan dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga mempersempit lahan yang dapat mendorong masyarakat membangun dirinya sendiri. Secara historis, kabupaten ini pernah menjadi tumbal tata tuang, ketika beberapa dasawarsa yang lalu, Pemerintah Pusat membangun PLTA Kotopanjang. Dengan kekuatan UU No 5 tahun 1974 yang sekarang tidak berlaku lagi, pemerintah pusat memerintahkan kepala daerah kabupaten untuk bersedia menyediakan lahan pengganti hutan lindung yang di Koto panjang diubah menjadi kawasan waduk.

 Semenjak itu, kawasan hutan yang secara fisiograsi dapat dimanfaatkan menjadi kawasan budidaya diubah fungsi menjadi Hutan Lindung pengganti seluas 14.000 Ha. Kebijakan yang sebetulnya sulit dipahami akal sehat, karena hutan lindung yang berfungi untuk menyelamatkan DAS arah ke Riau, dipindahkan ke Pesisir Selatan, yang secara grografi amat tidak bersentuhan dengan Propinsi Riau. Hal ini diperkuat lagi oleh kebijakan yang makin tidak dipahami, karena semua kawasan daerah aliran sungai di Pesisir Selatan dimasukan dalam kawasan DAS Agam Kuantan. Maka Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada waktu itu, dengan ringan mendeliniasi banyak kawasan lindung dan kawasan konservasi di Pesisir Selatan.

Apa saja usaha rakyat, baik peternakan maupun tanaman pangan atau perkebunan selalu dibatasi oleh sempitnya lahan budidaya. Sudah lama Pemerintah Daerah mengusulkan untuk meninjau kembali Tata Ruang Wilayah Propinsi yang “menghukum” ini, terutama dalam hubungannya dengan Taman Nasional Kerinci Seblat, Hutan Lindung, Suaka Alam Margasatwa, dan Kawasan Hutan yang Dapat Dikonversi. Namun hingga detik ini masih belum berhasil, karena tidak ada dukungan kuat dari pemerintah yang lebih atas.

Dari segala upaya pemerintah kabupaten yang sudah diusahakan, baru alih status fungsi Hutan Lindung Lunang yang 14.000 Ha (kurban Proyek Kotopanjang) yang telah dapat dilakukan. Itu pun baru sebatas berubah menjadi kawasan Hutan Yang Dapat Dikonversi. Tapi masih memerlukan upaya lagi agar benar benar dapat dikonversi menjadi lahan yang bisa dimanfaatkan rakyat (bersambung..).

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Portal Resmi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan merupakan Wadah informasi bagi masyarakat dari pemerintah. Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.749,89 km² dan populasi ±420.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Painan.
© 2024 Kabupaten Pesisir Selatan. Follow Me : Facebook Youtube